Archive | Maret 2012

nasehat ibu


Malam begini aku masih termenung sendiri di ujung kamar. Terbayang dengan semua yang telah terjadi hari ini dan hari yang telah kulewati sebelumnya. Semua sungguh membuatku frustasi. Yaa…hari ini aku baru saja putus cinta. Dengan terpaksa aku harus melepas dirinya.

Dialah Aga. Salah satu seniorku di fakultas kedokteran. Aku memang mahasiswa baru tahun ini. Aga adalah seniorku yang berbeda 1 tahun. Beruntung sekali aku bisa menembus fakultas kedokteran yang memang selama ini aku impikan. Tapi masalah yang baru saja menimpaku seperti telah merenggut semua kebahagiaanku dan keberuntunganku itu.

Tak terasa air mata menetes deras di kedua pipiku. Aku menangis karena aku teringat akan semua kenangan-kenangan yang telah kulalui bersama Aga. Aga yang aku sayangi, Aga yang aku cintai kini telah membuatku patah hati dengan keputusannya untuk mengakhiri hubungan kami yang sudah berjalan hampir 1 tahun ini. Padahal selama ini aku selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuknya.

Baca lebih lanjut

inilah caraku mencintaimu


dengan tak menghubungimu,
tak juga mengirim pesan untuk menanyakan kabarmu,
dan bahkan sekedar chatting untuk menyapamu,
aku mencintaimu dengan menjauh darimu,
bukan karena aku membencimu,
namun karena aku ingin menjagamu dan menjaga diriku sendiri dari khalwat yang menjebak,
aku mencintaimu dengan menjaga diriku dan dirimu,
menjaga kesucianku dan kesucianmu,
menjaga kehormatanku dan kehormatanmu,
menjaga kebeningan hatiku dan hatimu,
ya……
Beginilah caraku mencintaimu,
mencintaimu dalam diamku,
karena diamku adalah bukti cintaku padamu..
dan sekarang,
keadaan menegurku,
sehingga dapat membantu menyadarkanku dari kesalahan yang telah aku perbuat,
meskipun pesonamu terhadapku belum pulih,
belum pulih..

arti sebuah pilihan


“Mamaaaaa…….Mamaaa…..jangan pergi Maaaa……tunggu lyla !!”. Dengan tersentak, lyla tersadarkan dari mimpi nya. Jantungnya berdetak dengan cepatnya. Ya dalam beberapa hari belakangan ini wajah mama nya sering sekali muncul mimpi nya itu. “ huufft!! ohh…..ternyata hanya mimpi” pikirnya dalam hati. Keringat tampak mulai membasahi kening lyla. Dia hanya termenung, Nampak sekali ada kesedihan yang cukup mendalam, sejak lyla di tinggalkan oleh mama nya tercinta beberapa tahun yang lalu. Setelah mama nya meninggal kehidupan nya berubah drastis. Sedangkan papa nya setelah perusahaan tempat kerjanya bangkrut kini menjadi pengagguran dan sering mabuk-mabukkan dan menjadi orang yang pemarah. Sering kali pula lyla bertengkar dengan papa nya itu. Lyla merupakan anak tunggal dalam keluarga nya. Jadi tampak jelas betapa sepi nya hidup lyla. “Maaa…kenapa sih harus tinggalin lyla sendiri?? lyla kangen banget ma Mama, lyla ingin sekali ketemu maaaa

di menit ke45


Hha..hha..hha..” terdengar suara desahan nafas dari mulut Lukas yang sedang ngos-ngosan berlari dalam rangka pengambilan nilai lari estafet. Pukul 09:35 WIB cuaca lagi berada pada titik terbaik, sinar matahari bagaikan jarum-jarum yang menghujani tubuh, langit yang begitu menyilaukan seperti bidadari ingin turun dari singgasananya untuk melihat bumi. Saat semuanya mengambil posisi untuk lari, Lukas bersiap mengambil ancang-ancang dan segera melihat jam tangannya. Itulah kebiasaan yang selalu dilakukan Lukas setiap ingin melakukan sesuatu, bukannya iy Mr. Perfect atau Mr. On Time tapi, hanya elergi dengan menit ke 45 karena pada menit itulah selalu terjadi hal yang aneh dalam hidupnya.

sayang untuk halimah


Hatiku gundah saat ini. Kau pasti tau penyebabnya, ya itu semua karena keluarga tuan kaya yang ibuku bilang adalah ayahku.

Kau tau apa yang mereka lakukan padaku saat aku datang utuk minta pengakuan tuan kaya? Aku dimaki habis-habisan, semua memandangku jijik, hina, tak tau diri, posisiku di sana seolah pengemis yang minta belas kasihan. ”Berani-beraninya kamu datang menginjakkan kaki di rumah ini, apapun yang kamu dan ibumu katakan, kami tidak akan pernah percaya. Dan harus kamu camkan baik-baik jangan pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluarga kami” nyonya besar berapi-api menyaci maki diriku sambil menunjuk-nunjuk wajahku. Saat itu si tuan kaya sedang tidak ada di rumah.

Mungkin mereka takut kalau nantinya aku meminta harta warisan, atau berusha menguasai rumah itu. Aneh sekalikan pemikiran mereka!

Baca lebih lanjut

akhirnya aku menulis


Malam ini aku hanya termenung di depan komputer temanku. Tak seperti biasanya. Biasanya aku datang ke rumah temanku itu hanya untuk menulis. Selalu berjalan biasa, aku selalu menulis. Menulis cerpen, terkadang. Merangkai kata menjadi puisi, ini yang sering. Tak lebih. Tapi, kali ini aku tak bisa. Imajinasiku seakan tumpul. Otakku tak mengalir deras seperti biasanya. Dan aku hanya termenung. Iya! Begitu saja. Tak lebih. Juga tak kurang.

Aku pun tak mau pusing. Aku mengikuti khayalan buntuku. Kalau memang tak ad ide tak apaapa. Menurutku tak harus marah pada diri yang memang mungkin sedang ingin istirahat. Sedang tak ingin diganggu oleh siapapun. Termasuk aku dan keinginanku yang sering kali memforsirnya. Tak mau tahu dengan capeknya. Mengacuhkan waktu istirahatnya tanpa membuatkan jadwal.

“Tet … teet … teeet.” Ada tamu. Aku mengintipnya dulu dari lobang pintu. Ah, tamu itu tak kukenal. Tapi, aku harus membukakan pintu untuknya. Siapa tahu dia punya perlu. Perlu penting atau tidak tak jadi masalah. Karena aku tak berhak mengukur kepentingannya dengan apa yang aku anggap penting. Sekali pun, biasanya, aku sering diperlakukan tak adil oleh orangorang disekitarku. Aku tak dilayani selayaknya tatkala aku datang dengan membawa halhal yang tak penting bagi mereka. Ah, aku bukan mereka. Dan aku tak harus meniru mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan mereka bisa saja menjadi kekuranganku ketika aku memaksakannya berada padaku. Dan toh, ini juga bukan rumahku. Siapa tahu, dia ada perlu sama Radi atau Helmi.

Baca lebih lanjut

cinta tak tersampaikan


Aku terdiam dengan semua harapanku terhadap sesosok lelaki yang aku cintai. Matanya selalu ada dalam lamunanku dan pikiranku. Dia adalah mentorku dikelompok Sosjur dia adalah Kak Dimas. Ku coba melupakannya tapi aku tak bisa karena aku masih selalu menyimpan rasa itu. Hari ini tepat jam 05.00 aku berangkat lagi menuju kampus , males banget tapi hari ini hari terakhir kegiatan yang sangat melelahkan yaitu sosjur.hah, bertemu lagi dengan dia, aku sangat tak mau bertemu dengannya tapi apa boleh buat. Aku segera membangunkan kakakku yang tertidur pulas, tak tega membangunkannya tapi harus bagaimana lagi .
“kak, bangun anterin dede ke kampus”ujarku sambil membangunkan kakakku
Kakakku terbangun dengan matanya yang masih mengantuk, tapi tak terlihat wajah yang menjengkelkan malahan kakakku seperti yang bersemangat untuk mengantarku ke kampus.
Kami pun bersiap untuk berangkat, di perjalan aku selalu memikirkan dirinya yang ada pada ingatanku. Setibanya disana aku melihatnya. “Deg” jantung berdetak sakit , mungkin sakit karena dia bukan milikku.
Aku berpamitan kepada kakaku karena panitia sudah berteriak-teriak, dalam Baca lebih lanjut

tanpa kekasih


Setalah genap sebulan aku jadian dengan Bayu, aku semakin yakin kalau aku nggak salah pilih dan benar-benar sudah menemukan belahan jiwaku, cinta sejatiku, cahaya hidupku, Bayu adalah segalanya bagiku. Aku mencinta dia dan akan selalu menyayangi dia untuk selamanya. Saat ini aku merasa puas karena penantian, dan usahaku selama ini berbuah kebahagiaan.

Telah sekian lama aku merasa menanti Bayu menjadi milikku seutuhnya. Akhirnya, cerita cintaku saat ini sudah happy ending, tingal sekarang aku dan Bayu yang menjalaninya. Dulu kami sering sekali bertengkar, hanya karena hal-hal kecil, kadang kami sampai ribut nggak menentu. Dulu sebagai teman, kami memang bukan teman yang cocok, kami saling menjatuhkan dan saling membenci. Tapi sekarang, benar kata orang-orang, kalau kamu membenci seseorang janganlah kamu sampai terlalu, dan hasilnya sekarang perasaan itu menjadi kebalikan bagi aku dan Bayu, justru kami sekarang saling mencintai dan menyayangi. Tapi yang jelas, aku juga nggak mau kehilangan Bayu, aku takut juga kalau aku terlalu mencintai dan menyayangi dia, bisa jadi aku dan dia akan terpisahkan.

“Hei Ela, kamu lagi ngapain? aku kangen deh sama kamu..”
“Halo Bayu, kan baru kemarin kita ketemu, kamu gimana sih?”
“Ela, kamu baik-baik ya di sana, jaga diri kamu dan jangan pernah lupakan aku ya sayang.”

Baca lebih lanjut

Anak Yatim Piatu ”Rana”


Adalah satu hal yang selalu dilakukan Rana setiap sore. Setiap hari selepas berkeliling kota mencari objek foto yang bagus, dia selalu mendaki bukit kecil dibelakang kotanya itu, kemudian duduk di sana melepas penat. Sebelum pulang, ia tak pernah lupa memotret sebatang pohon besar yang menaunginya sepanjang sore. Sekalipun rutinitas itu telah mengakar dalam daripadanya, dan tak satu haripun ia terlupa melakukannya, ia tak tahu nama pohon itu. Tapi tak apa, baginya pesona pohon itu memberikan sesuatu yang berbeda.

Kebanyakan fotografer tidak suka mengambil foto dari objek yang sama terus menerus. Rana berbeda. Pohon itu milik Rana. Beberapa temannya sempat mencoba setelah melihat kumpulan fotonya mengenai pohon itu. Begitu ekspresif. Selalu ada yang berbeda dari setiap foto, semuanya menggambarkan sisi yang lain dari bukit itu. Saying, tak pernah ada yang berhasil. Hanya Rana yang mampu mewujudkan pesona pohon itu kedalam kameranya.

Ia tidak tahu mengapa, namun hal itu tidak membuatnya risau. Baginya, hal itu terjadi karena teman temannya yang lain tidak punya koneksi dengan pohon itu seperti dirinya. Baginya pohon itu lebih dari sekedar satu satunya pohon di bukit. Pohon itu adalah perwujudan dirinya. Tanaman yang tumbuh sendirian tanpa perhatian orang lain, kokoh walaupun berada di tempat yang tidak dilihat orang. Akarnya saling membelit liar, Rana yatim piatu. Ia menghuni panti asuhan sejak ia bisa mengingat. Kamera bekas sumbangan seseorang adalah pelariannya. Benda itu begitu menakjubkan, mampu mewujudkan kepingan kepingan memorinya dalam gambar. Dia memandang benda itu dengan kagum setiap harinya, dan setiap pulang sekolah selalu melompat keluar jendela untuk mencobanya pada semua hal yang disukainya.

Baca lebih lanjut

sekolahku dipedalaman


Sudah lima tahun aku belajar di sekolah “Budi Makmur” ini. Sekolahku berada di daerah pedalaman. Kondisi sekolahku sangat sederhana. Hanya ada tiga kelas. Dindingnya terbuat dari papan dan kulit kayu. Sementara atapnya terbuat dari daun sagu, atau sering disebut daun rumbia oleh suku pedalam. Meja dan tempat duduk kami terbuat dari papan yang dibuat memanjang. Papan tulis hitam berukuran 1×2 meter menggantung di depan kelasku. Se-kolahku hanya berlantaikan tanah. Kalau hujan turun, airnya akan masuk ke dalam kelasku hingga menjadi becek.

Sekarang aku sudah kelas enam. Hanya ada empat orang murid di kelasku. Sedangkan guru yang mengajar di sekolahku hanya ada dua orang. Pak Nantan dan Pak Kurna, mengajar dari kelas satu sampai kelas enam.

Baca lebih lanjut